Tinggal
di ibu kota provinsi, kota Makassar tak terasa sudah 4 tahun lebih. Hidup dan
menjadi bagian dalam menjalani lakon di
kota ini dalam waktu yang tidak bisa dibilang singkat ini, sedikit
banyak telah memberi gambaran bagaimana kehidupan kota ini. Bagaimana cuacanya, jalan-jalannya,
bangunan-bangunannya, dan watak penduduknya.
Ketika saya kecil dulu, mengetahui
dari buku-buku (sejak dulu hobi baca), bahwa salah satu watak orang di kota
besar adalah individualis, dalam arti sangat jarang bersosialisasi dengan orang
yang tinggal di sekitarnya. Sampai-sampai seseorang tidak tahu siapa
tetangganya. Saya yang wong deso, menganggap hal itu terlalu aneh. Bagaimana
tidak, jika Anda ingin menanyakan
seseorang (misalnya dimana rumahnya si BEDDU), dalam radius 3 bahkan 5
kilometer penduduk di situ akan kenal dengan BEDDU yang Anda maksud, meskipun
dalam kampung itu ada 1000 BEDDU. Bahkan dia dengan senang hati akan memberikan
informasi lebih kepada Anda, apa pekerjaannya, berapa anaknya, dan jumlah
ayamnya.
Informasi yang saya baca di buku
kurang lebih 10 tahun lalu itu, akhirnya betul-betul saya alami di kota ini.
Ketika akan mengajar di rumah salah satu dosen kampus saya. Saya hanya diberikan alamat oleh teman dan ternyata
alamatnya pun salah. Terpaksa saya harus
berkali-kali singgah bertanya. Dan sampailah saya di lorong dosen saya
itu. Pertama saya bertanya pada seorang ibu yang sedang menjaga anaknya bermain
di pinggir jalan, yang ternyata jarak rumahnya dengan rumah dosen itu hanya 7
meter.
“BU,
numpang tanya, rumah Pak Abdullah yang mana ya?”
Mengkerutkan
kening. “Pak Abdullah, Abdullah...Ah, coba kita tanya sama bapak itu saja...”
Katanya sambil menunjuk bapak di depan rumahnya untuk mengecoh saya bahwa dia
sebenarnya tidak tahu. Hehehe
Tak...tak..tak
, saya berjalan menghampiri bapak itu yang sedang cuci mobil.
“Pak,
rumah Pak Abdullah dimana ya?
Bengong....tiba2
datang istrinya..dia malah nanya istrinya, “ tahu Pak Abdullah?”..istrinya
hanya geleng2...saya sudah bisa menangkap keluarga ini pun tak tahu. Saya
langsung cabut setelah bilang terima kasih....
Saya
lalu ambil motor lalu berjalan beberapa meter, ada banyak anak muda yang
ternyata sedang main PS. Jarak PS itu dengan rumah yang saya cari tinggal 4
meter. Tapi serempak anak muda harapan bangsa ini menggelengkan kepala. Tak
tahu nama tetangganya....
Tibalah
saya di depan rumah dosen itu (tapi saya masih belum tahu)...lalu pas didepan
rumahnya ada kios penjual. Disitu berkumpul bapak2 dan ibu2. Saya tanya, “ Kita
Rumah Pak Abdullah ?”
Belum
ada jawaban.
“Pak
Abdullah, dosen di UNM”, tambahku.
“Oh,
kalau dosen, yang didepan ini rumahnya. Tapi tidak tau mi siapa namanya..”
Oh
my god...cape’ deh...
Saya tidak mau ambil
pusing, saya langsung saja saya bunyikan bel, terserah mau salah alamat, sudah
capek bertanya. Dan alhamdulillah, rumah yang saya cari akhirnya ketemu, saya
temukan sendiri...