Ganggawa di Malam Hari

Orang bilang sangat pekat ini malam Ujung jari tak tampak mereka bilang

Menjadi Seorang Murobbi

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. 21 : 107)

FOTO KKN

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

ISLAMIC CAMP

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNM

Lokasi di Jl Dg Tata Raya, Parangtambung Makassar, Sulawesi Selatan

Monday 9 September 2013

Abraham Lincoln dan John F Kennedy (ANEH)

Perhatikan, apa yang terjadi pada presiden-presiden AS yang terpilih pada tahun dengan akhiran '0' dengan kelipatan 20 tahun

o    1840: William Henry Harrison (Tewas di kantor)
o    1860: Abraham Lincoln (Terbunuh)
o    1880: James A. Garfield (Terbunuh)
o    1900: William McKinley (Terbunuh)
o    1920: Warren G. Harding (Tewas di kantor)
o    1940: Franklin D. Roosevelt (Tewas di kantor)
o    1960: John F. Kennedy (assassinated)
o    1980: Ronald Reagan (Tertembak namun berhasil diselamatkan)
o    2000: George W. Bush (?)

Kemudian ada semacam keanehan, yang tidak bisa dijelaskan..
·         .Abraham Lincoln terpilih oleh Congress tahun 1846.
·         John F. Kennedy terpilih oleh Congress tahun 1946.
·         Abraham Lincoln terpilih menjadi President tahun 1860.
·         John F. Kennedy terpilih menjadi President tahun 1960.
Keduanya ditembak pada hari Jum'at Keduanya ditembak di kepala.

Nah, yang tambah anehnya lagi....
§  Sekretarisnya Lincoln bernama Kennedy.
§  Sekretarisnya Kennedy bernama Lincoln.

Keduanya dubunuh oleh Orang Selatan
Keduanya digantikan oleh Orang Selatan bernama Johnson

·         Andrew Johnson, yang menggantikan Lincoln, lahir tahun 1808.
·         Lyndon Johnson, yang menggantikan Kennedy, lahir tahun 1908.
·         John Wilkes Booth, yang membunuh Lincoln, lahir tahun 1839.
·         Lee Harvey Oswald, yang membunuh Kennedy, lahir tahun 1939.


Yang makin menambah aneh lagi.....
o    Lincoln ditembak di theater bernama 'Ford'.
o    Kennedy ditembak dalam mobil bermerk 'Lincoln' buatan 'Ford'.
o    Seminggu sebelum Lincoln ditembak, ia berada di Monroe, Maryland.
  Seminggu sebelum Kennedy ditembak, ia bersama Marilyn Monroe

Sandal

Oleh : Murni Ramli (murniramli.blogspot.com)

Tadi malam adalah hari pertama saya menunaikan sholat Isya dan tarawih di Masjid Al-Muhajirin Madiun. Saya meliburkan diri dari kegiatan kampus lebih cepat daripada rekan-rekan yang wajib menunggu upacara peringatan 17 Agustus. Keputusan untuk pulang kampung lebih cepat saya ambil karena tidak mau berdesak-desakan dengan sesama pemudik, dan agar perjalanan yang biasanya saya tempuh 6 jam tidak bertambah panjang karena antrean kemacetan. Alhamdulillah, kemarin jalanan sangat lancar, dan pengemudi bis Sumber Kencono (Sumber Selamat) yang saya tumpangi, sekalipun berpenampilan tak lazim (anting dan rambut merah), menyetir dengan sangat baik. Sayang, dia tidak puasa, masih merokok, dan menelepon dengan HP selama mengemudi.
Berangkat dari Semarang pukul 10 pagi, dan mampir sholat dhuhur di musholla terminal Tirtonadi, kemudian ganti bis, saya akhirnya tiba di rumah pukul 16.00. Di rumah hanya ada adik laki-laki yang sedang meracik bukaan. Ya, mamak dan kakak masih di Bone, sementara adik laki-laki lainnya masih bekerja. Saya yang kelelahan tak bisa membantu adik. Saat berbuka, kami menikmati sajian yang sudah lebih dari cukup, sekalipun barangkali tidak sekomplit rumah tangga lain. Alhamdulillah, hari ini kami berbuka nikmat sekali. Adik laki-laki yang baru saja tiba pun membawa sate, maka menjadilah kenikmatan semakin bertambah.
Sebelum adzan Isya berkumandang, saya sudah berangkat ke masjid dengan mengenakan sandal jepit hitam, dan sesampai di masjid, sengaja saya letakkan di daerah tepi dengan posisi seperti orang Jepang meletakkan sandalnya, yaitu ujung sandal menghadap ke arah luar, sehingga siap dipakai. Di sebelahnya ada sandal berwarna sama, dengan penanda keperakan di kedua ujungnya.
Barangkali karena kelelahan karena berkendara, saya yang semula hendak i’tikaf terpaksa harus pulang cepat karena perut sangat melilit. Ketika hendak mengambil sandal, ternyata hanya ketemu satu bagiannya. Saya lihat ada seorang ibu yang buru-buru dan tidak melihat sandal yang dikenakannya. Saya tak sempat mengingatkannya atas kekeliruaan tersebut. Akhirnya saya pulang dengan mengenakan sandal yang bukan pasangannya. Saya yakin ibu tadi tidak sengaja, sebab sandal beliau lebih bagus daripada sandal milik saya.
Keesokan harinya, sandal ibu yang satu lagi saya masukkan dalam tas kresek dengan maksud menaruhnya di pelataran masjid agar beliau dapat melihatnya, dan saya mengenakan sandal yang lain. Sandal yang pasangannya hilang saya tinggalkan di rumah. Seandainya nanti sandal saya tidak dikembalikan, maka saya tidak perlu pulang dengan sandal yang berbeda.
Alhamdulillah, saat hendak meninggalkan masjid, pasangan sandal saya ada di depan masjid, dan sandal milik ibu yang saya letakkan di sana juga sudah tak ada. Barangkali beliau berpikiran sama dengan saya atau justru beliau datang ke masjid dengan sandal yang berbeda pasangan? Entahlah, tetapi kami sama-sama berpikir, bahwa sekalipun hanya sandal jepit yang mudah dibeli di pasar manapun, tetap saja harus dikembalikan kepada pemiliknya.
Perkara sepele memang, namun jika diabaikan maka tentulah akan membentuk jiwa dan pikiran yang tak patut kelak. Allah telah memberikan kami pelajaran, bahwa kelak jika kami menerima uang, jabatan, kesenangan yang bukan hak kami, atau menerimanya sebagai pelicin urusan (suap), maka di dalam jiwa telah tertanam pengertian, bahwa kita tak berhak menggunakan segala sesuatu yang bukan hak dan terlarang keras menerimanya apapun alasannya

Pejabat dan Ilmuwan

Oleh Murni Ramli (www.murniramli.blogspot.com)

Akhir-akhir ini, saya disibukkan dengan kegiatan dari seminar ke seminar. Mulai dari menjadi sekretaris dengan tugas merangkap SC, tim dokumentasi dan publikasi hingga menjadi presenter. Di beberapa seminar yang saya tangani atau diundang sebagai pembicara, selalu saja kami dihadapkan pada masalah yang sama, pejabat dan waktu.
Untuk menjadikan seminar itu terkesan “besar”, para pejabat sering diundang sebagai keynote speaker atau untuk memberikan sambutan dan membuka acara. Banyak maksud yang ada di balik undangan kepada para pejabat. Selain memberikan gaung besar kegiatan seminar, juga dapat menjadi sarana untuk melakukan negosiasi sebuah kerjasama dan proyek besar yang ingin dilakukan oleh pihak penyelenggara.
Tetapi sayang seribu sayang, atau apakah memang ini sebuah “keharusan”, pejabat tidak pernah datang tepat waktu. Alhasil hampir semua kegiatan seminar yang pernah saya ikuti di Indonesia selalu dimulai terlambat karena menunggu pejabat. Banyak alasan yang menjadi penyebab keterlambatan pejabat. Ada yang karena sedang menerima tamu yang lebih penting, ada yang karena sedang menandatangani setumpuk surat, ada yang sedang rapat koordinasi, atau bahkan ada yang beralasan jalanan macet (yang belakangan ini agak sulit diterima akal untuk pejabat tingkat tinggi, karena biasanya jalanan sudah “dibersihkan” jika mereka mau lewat).
Saya kurang mengerti dengan penskedulan kegiatan pejabat. Tetapi saya kira mereka memiliki sepri dan ajudan yang menjadwalkan semua kegiatan termasuk menghitung dengan tepat alokasi waktu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan apalagi keterlambatan untuk menghadiri sebuah acara setidakpenting apapun acara itu. Jika sudah menyatakan bersedia hadir, maka amatlah tidak etis datang terlambat atau digantikan oleh orang lain secara mendadak. Namun, saya menangkap kesan bahwa pejabat tidak berubah sejak jaman londo, “selalu tidak menganggap penting rakyat”.
Ilmuwan adalah salah satu diantara kelompok rakyat yang tidak dihargai. Saya tidak akan menyoroti dari segi penghargaan berupa uang, karena memang sangat tidak layak. Tetapi secara sederhana saja dalam sebuah seminar. Para pembicara menurut saya adalah orang yang berilmu, yang karena diminta menjadi pembicara, mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk membaca buku, menggali referensi untuk dapat menyampaikan makalah yang representatif dan sesuai dengan misi panitia, sekaligus dapat menjadi masukan bagi peserta. Mereka juga orang sibuk, sama sibuknya dengan para pejabat.
Tetapi apa penghargaan terhadap para pakar yang sudah menyusun makalah panjang tersebut dalam forum seminar di tanah air? Mereka hanya diberi waktu 10-15 menit untuk berbicara, dan peserta hanya diberi satu termin sesi tanya-jawab dengan tiga penanya, dan kemudian pembicara diberi kesempatan menjawab 2 menit. Waktu pendek itu semakin diperpendek jika pada acara selanjutnya ada pejabat yang hendak berpidato. Alhasil, kesan kedua saya tehadap pejabat, “Mereka rela membuat orang lain menunggu, tetapi enggan menunggu”.
Lalu apakah ilmuwan protes? Sama sekali tidak selain hanya bisa terbengong dan tersenyum-senyum melihat ulah para pejabat.
Lalu, setelah menyampaikan sambutan atau menjadi keynote speaker, apakah ada pejabat yang duduk diam mendengarkan isi/uraian pakar dalam seminar? Hampir tidak ada. Semuanya selalu dengan alasan kesibukan, harus membuka ini dan itu, meresmikan itu dan ini, buru-buru meninggalkan ruangan. Saya salut pada pejabat tertinggi di UNDIP pada sebuah seminar, beliau meluangkan waktu mendengarkan uraian pakar dari awal hingga akhir, alasannya karena beliau ingin belajar katanya.
Jika semua pejabat berprofesi sama, “hanya membuka dan menutup acara”, kapan mereka dapat mendengarkan masukan, kapan mereka belajar menganalisa masalah, kapan mereka memahami permasalahan di bawah seutuhnya? Pantas saja kebijakan selalu keluar asal keluar. Tanpa analisa matang, boro-boro menggunakan analisa SWOT. Yang penting asalkan “BARU”, berbeda dengan pejabat sebelumnya !
Bahkan saya sangat prihatin, dalam sebuah forum yang menentukan masa depan institusi sekalipun, seorang pejabat tinggi hanya bersedia membuka dan kemudian meminta ijin dengan alasan klise, membuka acara anu. Selanjutnya barangkali pejabat tersebut akan duduk manis saja di ruangannya menunggu laporan anak buah.
Parahnya kejadian di atas bukan terjadi di tingkat rapat RT/RW. Itu terjadi di lembaga pendidikan tinggi !
Saya merasa kasihan kepada para pejabat. Sebab mereka memiliki amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Khalik-Nya kelak. Sebagai manusia biasa, ilmuwan dan tentu kita semua akan berhadapan denganNya, tetapi para pejabat tampaknya akan menghadapi pengadilan yang lebih lama.

Kepercayaan Diri

Banyak orang pandai menyarankan agar kita memiliki suatu kepercayaan diri yang kuat. Pertanyaannya adalah diri yang manakah yang patut kita percayai?
Apakah panca indera kita?
Padahal kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari ujung pena yang patah.
Apakah tubuh fisik kita?
Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh memuai seperti lilin terkena panas.
Ataukah pikiran kita?
Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari setetes air di samudera ilmu.
Atau mungkin perasaan kita?
Padahal ketajaman perasaan seringkali tak mampu menjawab persoalan logika.
Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai?
Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi berkeping-keping seperti itu. Diri adalah diri yang menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari dalam diri yang paling dalam lah yang mampu merengkuh menyatukan anda. Diri itulah yang patutnya anda percayai, karena ia mampu menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran dan kehalusan budi anda.