Wednesday 9 November 2011

Kala air mata sudah kering

(Sajak Kerinduan)

Malam menabur seribu wangi

Diri melajang disini
            Pikirku berlomba
                        Menjemput bantal kasur

Tidak ...
Mari kesini dik, katamu
            Ditepi perang aku menanti
                        Mari sini
                                    Menjemput nyali
                                                Saat orang-orang
                                                            Melipat kaki dalam selimut takut
                                                                        Saat kita dikecam
                                                                                    Hanya karena kata  . . . Jihad

Kecuali mengharap ridha satu rasa lupa ‘kan semua sudah kala negeri Ia memintamu basahi bumi, sirami dengan darah bila air mata kering sudah tiada lagi tertetes bening embun itu pada sayatan getir hati kita.

Mereka yang bilang serahkan pipi kananmu saat ditampar pipi kirimu itu lupakan karena aku muak dengan serbuk toleransi yang telah mencanduku karena mereka lah kanibalnya kanibal karena mereka hanya mengerti kata benci . . . benci

Tahukah saudaraku tiada akhir bagi syuhada berkalang semerbak wangi kasturilah citamu tertinggi dalam akselerasi darah kita nan ‘tlah hilang tegang ketika tidur hanya aku yang rasa hingga hitam kelopak matamu selama msih ada desah nafas perang yang ‘tlah menantimu

Kelam berlalu dalam gerimis hilang ombak maka menitilah sebisamu sembari berpegang pada ranting hanyut yang tiada dilirik lagi dalam jauh jalan panas hari bila takut hanya tinggal cerita legenda bila gentar hanya agar kalimah Allah tegak membatu karang

Berung hantu menyungging muram tapi kita mesti melaluinya sebab kehormatan kita bertabur rekah darah ditiap jengkal tanah negeri Islam untuk kerinduan atas nama cinta sebab Ia t’lah berjanji untukmu hai jiwa-jiwa nan tenang

Ah bantal kasur ini hampir membelenggu dalam tidur panjang sengguh alam nian tiada kalian rasakan lagi akh....aku tak bisa jawab mengapa hatiku jua membatu
Kukirim do’a kepadamu yang bermata kering digaris depan sungguh sedih penghabisanmu ‘tlah lama berlalu sedang aku disini siap menanti saat giliran tiba.

Sungguh tanah negeri islam selalu menanti hujan darah air mata peluh syuhada berizzah selangit sebumi.


No comments:

Post a Comment