(Sajak Kerinduan)
Malam menabur seribu wangi
Diri melajang disini
Pikirku berlomba
Menjemput bantal kasur
Tidak ...
Mari kesini dik, katamu
Ditepi perang aku menanti
Mari sini
Menjemput nyali
Saat orang-orang
Melipat kaki dalam selimut takut
Saat kita dikecam
Hanya karena kata . . . Jihad
Kecuali mengharap ridha satu rasa lupa ‘kan semua sudah kala negeri Ia memintamu basahi bumi, sirami dengan darah bila air mata kering sudah tiada lagi tertetes bening embun itu pada sayatan getir hati kita.
Mereka yang bilang serahkan pipi kananmu saat ditampar pipi kirimu itu lupakan karena aku muak dengan serbuk toleransi yang telah mencanduku karena mereka lah kanibalnya kanibal karena mereka hanya mengerti kata benci . . . benci
Tahukah saudaraku tiada akhir bagi syuhada berkalang semerbak wangi kasturilah citamu tertinggi dalam akselerasi darah kita nan ‘tlah hilang tegang ketika tidur hanya aku yang rasa hingga hitam kelopak matamu selama msih ada desah nafas perang yang ‘tlah menantimu
Kelam berlalu dalam gerimis hilang ombak maka menitilah sebisamu sembari berpegang pada ranting hanyut yang tiada dilirik lagi dalam jauh jalan panas hari bila takut hanya tinggal cerita legenda bila gentar hanya agar kalimah Allah tegak membatu karang
Berung hantu menyungging muram tapi kita mesti melaluinya sebab kehormatan kita bertabur rekah darah ditiap jengkal tanah negeri Islam untuk kerinduan atas nama cinta sebab Ia t’lah berjanji untukmu hai jiwa-jiwa nan tenang
Ah bantal kasur ini hampir membelenggu dalam tidur panjang sengguh alam nian tiada kalian rasakan lagi akh....aku tak bisa jawab mengapa hatiku jua membatu
Kukirim do’a kepadamu yang bermata kering digaris depan sungguh sedih penghabisanmu ‘tlah lama berlalu sedang aku disini siap menanti saat giliran tiba.
No comments:
Post a Comment