Pernikahan
Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai Proses Akad Nikah
Proses
mencari jodoh dalam islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana
sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “Coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana
jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang.
Islam
telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara ataupun proses sebuah
pernikahan yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Berikut ini perinciannya:
1.
Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum seorang
lelaki memutuska untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal
terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya. Begitu pula sebaliknya si
wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal
mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama,
sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan
calon pasangan hidup, kata mereka.
Adapun mengenai
calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya,
asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya, dan informasi lain
yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak
ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang
mengenali si lelaki/wanita.
Yang perlu menjadi
perhatian, hendaknya hal-hal yang menjatuhkan kepada fitnah (godaan syaithan)
dihindari kedua belah pihak. Allah Subhana wa taala berfirman:
“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam
berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang dihatinya ada penyakit dan
ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al Ahzab:32)
Seorang wanita
tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan
dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan
tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).
(Al Muntaqa min
Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164).
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan. Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk
memerhatkannya:
-
Wanita
itu shalihah. Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“wanita itu (menurut kebiasaan yang ada,
pent) kar karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang
memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al Bukhari no. 5090 dan
Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah)
-
Wanita
itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara
perempuannya yang telah menikah. Rasulullah bersabda:”Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku
berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada hari kiamat dengan banyaknya
jumlah kalian.” (HR. An Nasa’i no. 3227, Abu Daud no. 1789, dishahihkan
Imam Al Bani rahimahullahu dalam Irwa’ul Ghalil no. 1784)
-
Wanita
tersebut masih gadis, yang dengannyan akan dicapai kedekatan yang sempurna.
Jabir bin Abdullah ketika memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Mengapa engkau tidak
menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa
mengajakmu bermain?!”
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Hendaklah kalian menikah
dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan
lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al Imam Al Bani
rahimahullah dalam Ash Shahihah no.623)
2.
Nazhar (Melihat calon pasangan
hidup)
Seorang wanita
pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam untuk menghibahkan
dirinya. Siwanita berkata:
“Wahai Rasulullah, Aku datang untuk menghibahkan diriku
kepadamu.” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pun melihat ke arah wanita
tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si wanita.
Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR Al Bukhari no. 5087 dan Muslim no.
3472)
Hadits ini
menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunnya
baginya untuk terlebih dahulu melihat calon tersebut dan mengamatinya. (Al
Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu,
ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita anshar, Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam mensihatinya:
“Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang
Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka yang
kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah)
Demikian pula
ketika Al Mughirah bin Syu’bah meminang seorang wanita , Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam bertanya kepadanya. “Apakah
engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” “Belum”, jawab Mughirah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“ Lihatlah wanita tersebut karena dengan seperti itu akan
lebih pantas untuk melanggengkan hubungan diantara kalian berdua (kelak).” (HR. An Nasa’i no. 3235, At
Tirmidzi no. 1087 disahahihkan Al Imam Al Bani rahimahullahu dalam Ash
Shahihain no.96)
Al Imam Al Baghawi
rahimahullahu berkata, “Dalam sabda
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kepada Al Mughirah radhiyallahu ‘anhu:
“Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” Ada dalil bahwa
sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga
tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena
setelah nazhar ternyata ia tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah
9/18)
Bila nazhar
dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa
si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya
ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si
wanita kecewa dan sakit hati. (Al Minhaj SyarhuShahih Muslim, 9/214)
Adapun imam malik
dalam satu riwayat darinya menyatakan, “Aku
tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena
khawatir pandangannya kepada si wanita terarah kepada aurat.” Dan
dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita
yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi
istrinya. (Al Hawil kabir 9/35, Syarhul Ma’anil atsar 2/372. Al Minhaj Syarhu
Shahih Muslim 9/214, Fathu Bari 9/158)
Haramnya berdua-duaan, bersepi-sepi tanpa haram ketika
melihat calon
Sebagai catatan
yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut
berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita.
Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi
dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Bukhari no. 1862 dan
Muslim no.3259)
Karena si wanita
harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau
ayahnya.(Fiqhu Nisa fil Khitbah waz Zawaj, hal 28)
Bila sekiranya
tidak meungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus
seorang wanita yang terpercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin
dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya (An Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi
Hassatil Bashar, Ibnu Qaththan Al Fasi hal 394. Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim. 9/214, Al Mulakhkhash al Fiqhi, 2/280)
Batasan yang boleh dilihat dari seorang wanita
Ketika nazhar
boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya.
Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya,
seperti wajah, dua telapak tangan, dua telapak kaki dan semisalnya. Karena
adanya hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:
“bila
seoarang dari kalian meminang seoarang wanita, lalu ia mampu melihat dari si
wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya maka hendaklah ia melakukannya.”
(HR Abu Dawud
no 2082 dihasankan Al Imam Al Bani rahimahullahu dalam Ash Shahihain no.99)
3.
Khitbah (Peminangan)
Seorang lelaki yang
telah beketetapan hati untuk menikahi seorang wanita hendaknya meminang wanita
tersebut kepada walinya.
Apabila seorang
lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang
oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita
tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
“tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang
oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalknannya
(membatalkan pinangannya).” (HR Al Bukhari no. 5144)
Setelah pinangan
diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikah akan
dilangsungkan, namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas
berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya
tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini.
(Fiqhu Nisa fil Khitbah waz zawaj, hal 28)
Yang perlu diperhatikan oleh wali
Ketika si wali
didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan
wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut
ini:
-
Memilihkan
suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian
dan wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia
menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
“Apabila datang kepada kalian
(para wali) seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang
wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita
kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan
kerusakan yang besar.” (HR
At Tirmidzi n0 1084 dihasankan Al Imam Albani rahimahullahu dalam Al Irwa no
1868, Ash Shahihah n0 1022)
-
Meminta
pendapat putrinya/wanita yang dibawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan
seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu berkata menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam :
“tidak boleh seorang janda
dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh
seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?”. “Izinnya dengan diam,” jawab
beliau. (HR
Al Bukhari no 5136 dan Muslim no 3458)
4.
Akad Nikah
Akad nikah adalah
perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan
dalan bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah
penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak
kedua.
5.
Walimatul ‘Ursy (Pesta Pernikahan)
Melangsungkan walimatul ursy hukumnya
sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka
mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu ketika mengabarkan kepada beliau
bahwa dirinya telah menikah:
“Selenggarakanlah
walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing.” (HR Bukhari no 5167 dan
Muslim no 3475)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam
hadits Anas radhiyallahu 'anhu
disebutkan:
“Tidaklah
nabi Shallallahu alaihi wasallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi
istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan
Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan zainab.” (HR Al Bukhari no 5168 dan
Muslim no 3489)
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa
setelah dilangsungkan akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai
berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah dukhul,
karena demikian yang dinukilkan dari nabi Shallallahu alaihi wasallam. Anas bin
Malik radhiyallahu 'anhu berkata,” nabi
Shallallahu alaihi wasallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu 'anhu dan
beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan
walimah tiga hari kemudian.” (Al Imam Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz
Zafaf hal 74)
Hendaklah yang diundang dalam acara
walimah tersebut orang-orang yang baik, tak memandang dia orang kaya atau orang
miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang
miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek
makanan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sejelek-jelek
makanan adalah makanan walimah dimana yang diundang dalam walimah tersebut
hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR Al Bukhari no 5177 dan
Muslim no 3507)
Pada hari pernikahan ini disunnahkan
menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya –yang
menimbulkan suara gemerincing, red.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak
akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
“pemisah
antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut(suara) dalam
pernikahan.” (HR
An Nasa’i no 3369, Ibnu Majah no 2896.)
Adapun makna shaut disini adalah
pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang
pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus sunnah 9/47-48)
Al imam Al Bukhari rahimahullahu
menyebutkan satu bab dalam shahih –nya , “Menabuh
duff dalam acara pernikahan dan walimah dan membawakan hadits Ar Rubayyi’ bintu
Mu’awwidz radhiyallahu 'anhu yang mengisahkan kehadiran Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul
duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak
mereka yang terbunuh dalam perang badr sementara Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam mendengarkannya. (HR Bukhari no 5148)
Dalam acara pernikahan ini tidak boleh
memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik karena semua itu
hukumnya haram. Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk
mendo’akan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
ia berkata:
“adakah
nabi Shallallahu alaihi wasallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau
mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta
mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”
(HR At Tirmidzi no 1091,
dishahihkan Al Imam Albani rahimahullahu dalam shahih Sunan at Tirmidzi).
No comments:
Post a Comment