Tuesday 23 July 2013

Menjadi Seorang Murabbi

“Dan  tiadalah  Kami  mengutus  kamu,  melainkan  untuk  (menjadi)  rahmat  bagi  semesta alam” (QS. 21 : 107).

Misi  keberadaan  kita  di  dunia  ini  tiada  lain  kecuali  menjadi  rahmat  bagi  semesta alam. Misi tersebut tak bisa tidak mengharuskan kita hidup  dalam  jalan  dakwah.  Mengapa?  Sebab  hanya  dakwah  yang  membuat  seorang  muslim  konsisten  mengajak  orang  lain  ke  arah  kebaikan  dan  kasih  sayang.  Sedang  jalan  selain dakwah adalah jalan yang penuh ketidakpastian dan keraguan untuk merealisasikan misi keberadaan  manusia  muslim  tersebut.  Jalan  yang  seringkali  menggelincirkan  seseorang kepada sikap egois dan hanya mementingkan diri sendiri

Untuk  berdakwah,  kita  perlu  memahami  tahapan  dakwah.  Secara  umum,  ada  dua tahapan dakwah, yakni dakwah umum (‘ammah) dan dakwah khusus (khossoh). Dakwah  ‘ammah  adalah  dakwah  yang  ditujukan  kepada  masyarakat  umum  tanpa  adanya hubungan  yang intensif  antara  da’i  (orang  yang  berdakwah) dengan  mad’u (orang  yang didakwahi).  Sebagian  besar  fenomena  dakwah  yang  ada  di  masjid-masjid  dan  media massa  adalah  dakwah  ‘ammah.  Follow  up  (kelanjutan)  dari  dakwah  ‘ammah  adalah dakwah  khossoh.  Yakni  dakwah  kepada  orang-orang  terbatas  yang  ingin  bersungguh-sungguh mengamalkan Islam. Hubungan antara da’i dan mad’u berlangsung intensif pada dakwah khossoh. Umumnya, mad’u pada dakwah tahapan khusus ini dikumpulkan dalam kelompok-kelompok  kecil  berjumlah  3-12  orang  yang  disebut  dengan halaqah (lingkaran). Di  beberapa  kalangan  halaqah  juga  disebut  dengan  pengajian  kelompok, tarbiyah, mentoring, ta’lim, usroh, liqo’, dan lain-lain. Di dalam halaqah inilah murobbi (pembina) berada. 

Pengertian Murobbi
Murobbi adalah seorang  da’i yang membina mad’u dalam halaqah. Ia bertindak sebagai qiyadah  (pemimpin),  ustadz  (guru),  walid  (orang  tua),  dan  shohabah  (sahabat)  bagi mad’unya.  Peran  yang  multifungi  itu  menyebabkan  seorang  murobbi  perlu  memiliki berbagai keterampilan, antara lain keterampilan memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul. Biasanya, keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya  pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai murobbi.
Peran  murobbi  berbeda  dengan  peran  ustadz,  muballigh  atau  penceramah  pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya pada penyampaian materi-materi  Islam  secara  menarik  dan  menyentuh  hati,  maka  murobbi  memiliki  peran  yang lebih  kompleks  daripada  muballigh.  Murobbi  perlu  melakukan  hubungan  yang  intensif dengan  mad’unya.  Ia  perlu  mengenal  “luar  dalam”  mad’unya  melalui  hubungan  yang dekat  dan  akrab.  Ia  juga  memiliki  tanggung  jawab  untuk  membantu  permasalahan mad’unya  sekaligus  bertindak  sebagai  pembina  mental,  spritual,  dan  (bahkan)  jasmani mad’unya.  Peran  ini  relatif  tidak  ada  pada  diri  seorang  muballigh.  Karena  itulah, mencetak murobbi sukses lebih sulit daripada mencetak muballigh sukses.
Dalam  skala  makro,  keberadaan  murobbi  sangat  penting  bagi  keberlangsungan perjuangan  Islam.  Dari  tangan  murobbilah  lahir  kader-kader  dakwah  yang  tangguh  dan handal  memperjuangkan  Islam.  Jika  dari  tangan  muballigh  lahir  orang-orang  yang “melek’ terhadap pentingnya Islam dalam kehidupan, maka murobbi melajutkan kondisi “melek”  tersebut  menjadi  kondisi  terlibat  dan  terikat  dalam  perjuangan  Islam.  Urgensi murobbi  dalam  perjuangan  Islam  bukan  hanya  retorika  belaka,  tapi  sudah  dibuktikan dalam  sejarah  panjang  umat  Islam.  Dimulai  oleh  Nabi  Muhammad  saw  sendiri  ketika beliau menjadi murobbi bagi para sahabatnya. Kemudian dilanjutkan dengan para ulama salaf  (terdahulu)  dan  khalaf  (terbelakang),  sampai  akhirnya  dipraktekkan  oleh  berbagai harakah  (gerakan)  Islam  di  seluruh  belahan  dunia  hingga  saat  ini.  Tongkat  esatafeta perjuangan  Islam  tersebut  dilakukan  oleh  para  murobbi  yang  sukses  membina  kader-kader dakwah yang tangguh. 
Pada intinya, umat Islam tak mungkin mencapai cita-citanya jika dari tubuh umat Islam itu sendiri belum lahir sebanyak-banyaknya murobbi handal yang ikhlas mengajak umat untuk memperjuangkan Islam. 

Keutamaan murobbi
Mengingat begitu pentingnya peran murobbi dalam keberlangsungan eksistensi umat dan  dakwah,  sudah  seharusnya  kita  memiliki  keseriusan  untuk  mencetak  murobbi-murobbi sukses.  Namun  ternyata  mencetak  murobbi  sukses  bukanlah  hal  yang  mudah.  Ada berbagai  kendala  yang  menghadang.  Kendala  tersebut  dapat  dikelompokkan  dalam  tiga bagian.
1.Kendala kemauan
Yakni  kendala  berupa  belum  munculnya  kesadaran  dan  motivasi  yang  tinggi  dari  sebagian  kita  untuk  menjadi  murobbi.  Mungkin  disebabkan  belum  tahu  pentingnya murobbi, belum percaya diri untuk menjadi murobbi, atau karena tidak menganggap prestisius peran murobbi dalam masyarakat. 
2.Kendala kemampuan
Yakni  kendala  berupa  minimnya  pengetahuan  dan  pengalaman  menjadi  murobbi. Memang,  menjadi  murobbi  membutuhkan  berbagai  kemampuan  yang  perlu  terus ditingkatkan.  Beberapa  kemampuan  yang  perlu  dimiliki,  misalnya  pengetahuan agama,  dakwah,  pendidikan,  organisasi,  manajemen,  psikologi,  dan  lain-lain.  Kemampuan ini masih terbatas dimiliki oleh kebanyakan umat.   
3.Kendala kesempatan
Yakni kendala ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menjadi  murobbi. Kehidupan dunia  yang  penuh  godaan  materi  ini  membuat  orang  terlena  untuk  mengejarnya, sehingga  tak  punya  waktu  untuk  memikirkan  hal-hal  yang  strategis.  Termasuk  di dalamnya tak punya  waktu untuk serius menjadi murobbi. Padahal keberlangsungan eksistensi umat sangat tergantung pada keberadaan murobbi-murobbi handal.   

Mestinya,  berbagai  kendala  tersebut  dapat  diatasi  dengan  kekuatan  iman  dan  taqwa kepada  Allah  swt.  Tanpa  kekuatan  iman  dan  taqwa,  obsesi  menjadi  murobbi  sukses menjadi musykil dilakukan. 
Selain dengan iman dan taqwa, untuk mengatasi berbagai kendala itu kita juga perlu menyadari beberapa keutamaan menjadi murobbi, diantaranya : 
1.Melaksanakan kewajiban syar’i. 
Menuntut ilmu wajib hukumnya dalam Islam. Apalagi jika yang dituntut itu ilmu Islam.  Cara  yang  paling  efektif  menuntut  ilmu  Islam  adalah  dengan  halaqah, seperti  yang  dicontohkan  Nabi  Muhammad  saw.  Menurut  kaidah  fiqih,  jika pelaksanaan  kewajiban  membutuhkan  sarana,  maka  sarana  itu  menjadi  wajib untuk  diadakan.  Logikanya,  jika  menuntut  ilmu  Islam  itu  wajib  dan  cara  yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah halaqah, maka halaqah menjadi wajib untuk diadakan. 
Halaqah  tidak  akan  berjalan  efektif  tanpa  adanya  dua  pihak,  pembina  (murobbi) dan peserta (mad’u). Karena itu, menjadi murobbi dan  mad’u menjadi wajib  juga.  Allah  berfirman  :  “..Hendaklah  kamu  menjadi  orang-orang robbani, karena  kamu  selalu  mengajarkan  Al  Kitab  dan  disebabkan  kamu  tetap mempelajarinya” (QS. 3 :79). Pada ayat tersebut, Allah menyuruh setiap muslim menjadi  murobbi  (mengajarkan  Al  Kitab)  dan  menjadi  mad’u  (mempelajari  Al Kitab).  Tidak  boleh  hanya  mau  menjadi  mad’u  saja,  tapi  tidak  mau  menjadi  murobbi. Jadi kesimpulannya, setiap muslim wajib mengupayakan dirinya untuk  menjadi murobbi.
2. Menjalankan sunnah rasul. 
Rasulullah  saw  telah  membina  sahabat-sahabatnya  dalam  majelis  zikir  atau halaqah.  Rasulullah  membina  halaqah  selama  hidupnya,  baik  ketika  di  Mekah (contohnya  di  Darul  Arqom)  maupun  di  Madinah  (contohnya  majelis  ta’lim  di Masjid  Nabawi).  Jadi,  menjadi  murobbi  berarti  melaksanakan  sunnah  rasul (kebiasaan  Rasulullah  saw).              “Sebagaimana  (Kami  telah  menyempurnakan nikmat  Kami  kepadamu)  Kami  telah  mengutus  kepadamu  Rasul  di  antara  kamu yang  membacakan  ayat-ayat  Kami  kepada  kamu  dan  mensucikan  kamu  dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah (Sunnah Rasul), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. 2 : 151). 
3.Mendapatkan pahala yang berlipat ganda. 
Barangsiapa  yang  mengajarkan  Islam  kepada  orang  lain  maka  ia  akan mendapatkan  pahala.  Semakin  efektif  sarana  pengajarannya,  semakin  berlipat ganda  pahala  yang  akan  didapatkan.  Halaqah  adalah  sarana  yang  paling  efektif untuk  mengajar  Islam.  Karena  itu,  menjadi  murobbi  akan  mendapatkan  pahala  yang berlipat ganda. 
4.Mencetak pribadi-pribadi unggul
Nabi  Muhammad  saw  adalah  murobbi  yang  telah  berhasil  mencetak  generasi terbaik  sepanjang  masa.  Oleh  sebab  itu,  menjadi  murobbi  berarti  turut  membina pribadi-pribadi  unggul  harapan  umat  dan  bangsa.  Sangat  aneh  jika  seorang muslim  tidak  mau  menjadi  murobbi  padahal  ia  sebenarnya  sedang  melakukan tugas yang besar dan penting bagi masa depan umat dan bangsa. 
5.Belajar berbagai keterampilan
Dengan membina, seorang murobbi akan belajar tentang berbagai hal. Misalnya,  ia  akan  belajar  tentang  bagaimana  cara  meningkatkan  kepercayaan  diri, komunikasi,  bergaul,  mengemukakan  pendapat,  mempengaruhi  orang  lain,
merencanakan  sesuatu,  menilai  orang  lain,  mengatur  waktu,  mengkreasikan sesuatu,  mendengar  pendapat  orang  lain,  mempercayai  orang  lain,  dan  lain sebagainya.  Pembelajaran  tersebut  belum  tentu  didapatkan  di  sekolah  formal. Padahal  manfaatnya  begitu  besar,  bukan  hanya  akan  meningkatkan  kualitas  pembinaan selanjutnya, tapi juga bermanfaat untuk kesuksesan hidup seseorang. 
6.Meningkatkan iman dan taqwa. 
Dengan  menjadi murobbi,  seseorang  akan  dapat  meningkatkan  iman  dan  taqwanya kepada Allah  SWT. Secara psikologis, orang  yang mengajarkan orang lain  akan  merasa  seperti  menasehati  dirinya  sendiri.  Ia  akan  berupaya
meningkatkan  iman  dan  taqwanya  kepada  Allah  seperti  yang  ia  ajarkan  kepada orang  lain.  Dampaknya,  hidupnya  akan  menjadi  tenang  karena  dekat  dengan Allah dan terhindar dari kemaksiatan. 
7.Merasakan manisnya ukhuwah
Untuk  mencapai  sasaran-sasaran  halaqah, murobbi  dituntut  mampu  bekerjasama dengan  peserta         halaqah. Kerjasama  tersebut  akan  berbuah  pada  manisnya ukhuwah  Islamiyah  di  antara  murobbi  dan  mad’u.  Betapa  banyak  orang  Islam yang  tidak  dapat  merasakan  manisnya  ukhuwah.  Namun  dengan  menjadi murobbi, seorang muslim akan berpeluang untuk merasakan manisnya ukhuwah. 

Dengan mengetahui berbagai keutamaan murobbi tersebut, tak alasan lagi  bagi kita untuk mengelak menjadi murobbi. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita sebagai murobbi yang sukses membina  mad’u. Inilah pekerjaan besar yang masih banyak “lowongannya”. Inilah tugas besar yang menanti kita untuk meresponnya. 

Syarat Murobbi
Lalu  siapa  saja  yang  boleh  menjadi  murobbi?  Sebenarnya  setiap  orang  Islam  boleh  dan  berhak  menjadi  murobbi.  Tidak  ada  alasan  untuk  melarang  seseorang  menjadi murobbi. Sebab menjadi murobbi adalah bagian dari pekerjaan dakwah. Dan dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Jadi setiap muslim boleh saja menjadi murobbi sebagai salah satu pelaksanaan kewajiban dakwahnya. 
Namun  agar  murobbi  tidak  mengalami  kesulitan  dalam  membina  mad’unya,  ia perlu memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1.Memiliki  pengetahuan  tentang  Islam  sebagai  minhajul  hayah  (metode  hidup), khususnya menguasai kurikulum halaqah (yang biasanya dibuat oleh jama’ah).
2.Mempunyai  kemampuan  membaca  dan  menulis  huruf  Arab,  meskipun  tingkat dasar.
3.Tidak terbata-bata dalam membaca Al Qur’an.
4.Mempunyai kemampuan mengorganisir.
5.Mempunyai kemampuan merespon dan menyelesaikan masalah.
6.Mempunyai  kemampuan  menyampaikan  ide  dan  pengetahuannya  kepada  orang lain.
7.Berusaha  menghiasi  dirinya  dengan  akhlaq  Islami,  khususnya  akhlaq  sebagai seorang murobbi.

Tugas dan hak murobbi
Sebagai  pemimpin  dalam  halaqah,  murobbi  perlu  memahami  tugas-tugasnya.  Tugas murobbi adalah :
1.Memimpin pertemuan.
2.Mengambil keputusan dalam syuro’ halaqah.
3.Menasehati dan mengupayakan pemecahan masalah mad’u.
4.Mempertimbangkan berbagai usulan dan kritik mad’u.
5.Mengawasi dan mengkoordinir penghimpunan dan penyaluran infaq.
6.Menghidupkan suasana ruhiyah, fikriyah dan da’wiyah dalam halaqah.
7.Membangun  kinerja  halaqah  yang  solid,  sehat,  dinamis,  produktif  dan  penuh ukhuwah.
8.Memahami dan menguasai kondisi mad’u serta meningkatkan potensi mereka.
9.Meneruskan dan mensosialisasi informasi dan kebijakan jama’ah.
10. Mengupayakan  terealisirnya  berbagai  program halaqah dan  jama’ah  dalam
lingkup halaqah.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, murobbi mempunyai hak untuk :
1.Didengar dan ditaati.
2.Dimintai pendapat.
3.Dihargai dan dihormati.
4.Mengajukan permintaan bantuan untuk melaksanakan tugas.
5.Memutuskan kebijakan. 
6.Membentuk kepengurusan halaqah.

No comments:

Post a Comment