Bagaikan kain putih yang
telah terkena beberapa noda, pribadi-pribadi mukmin kemudian dicuci dengan
syahadat yang mereka ikrarkan. Allah kemudian memberi warna dengan celupan-Nya,
celupan warna dengan citarasa Ilahi yang Maha Tinggi. Tentang warna-warni itu? Ya. Islam tidak
menghapus karakter-karakter khas bagi pribadi pemeluknya yang tidak
bertentangan dengan aqidah. Islam justru membingkainya menjadi kemuliaan
karakter yang menyejarah. Bahkan rasulullah menyebutnya, “Khiyaarukum fil
jahiliyah, khiyaarukum fil Islaam.. Orang terpilih kalian di masa jahiliyah akan
menjadi orang terpilih pula di masa keislamannya”.
Para sahabat adalah
figur-figur menarik yang penuh warna, menggambarkan sosok mereka sebagai
manusia biasa, namun ada kemuliaan yang senantiasa terukir dalam
ke-biasa-annya.
Lihatlah dua sosok yang
bayangnya saja begitu agung. Abu bakar dan ‘Umar, 2 sosok yang begitu kontras
dalam singsingan fajar ummat Muhammad ini. Abu bakar begitu lemah fisiknya dan kurus
sampai sarungnya selalu mengulur ke bawah, sedang ‘Umar pernah membuat empat
makmum jatuh terjengkang karena bersinnya saat memeriksa shaf
shalat....Masyaallah! Abu Bakar tekenal sebagai sosok yang lembut, sedangkan
“umar terkenal sebagai sosok yang keras dan tegas.
Demikianlah. Sampai
suatu hari, perbedaan karakter itu menemukan kutubnya yang lain. Saat Abu Bakar
akan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, “Umar justru bersikap
sangat lunak. Benar-benar sebuah kutub lain dari perbedaan karakter.
‘Utsman bin ‘Affan
mewakili karakter pemalu, pemurah, dan penuh kelembutan yang menjadi mulia
bersama keislamannya. Diriwayatkan bahwa kalau mandi beliau harus berada dalam
rumah, dalam sebuah kamar, dalam sebuah bilik tertutup, dan masih harus
terselubung kain tebal. Itupun beliau tidak bisa mengangkat kepala dan
punggungnya karena malu.
‘Ali yang ceria. Ceria
mengajarinya keberanian untuk tidur menggantikan Rasulullah di saat teror
pembunuhan mengepung kediaman beliau yang kecil. Ceria mengajarinya berlari-lari
menyusur padang pasir sejauh 400 km untuk hijrah seorang diri dalam kejaran
musuh.
Abu dujanah memang
congkak, tapi ia bingkai kecongkakannya dalam jihad menghadapi musuh-musuh
Allah sehingga ia mulia dengan kecongkakannya. Ikat kepala merah, langkah yang
angkuh, jalan yang penuh gaya, membuat Rasulullah berkomentar, “ Allah membenci
yang seperti ini kecuali dalam peperangan di jalan-Nya!”.
Ada Abu ‘Ubadah
kepercayaan ummat ini. Seperti apa orangnya? Rapi jali. Pandai
mengadministrasi, cerdas, dan adil. Sangat dipercaya sampai orang-orang romawi
yang beragama nashrani merindukannya. Sangat dipercaya, sampai ‘Umar kehabisan
akal untuk memintanya keluar dari kota berwabah. Sangat dipercaya, maka begitu
sulit mencari penggantinya mengurus Baitul Maal. Ada Az Zubair hawari
Rasulullah, sebuah potret kesetiaan. Dan Thalhah yang perwira, perisai hidup
Rasulullah yang di tubuhnya ada tujuh pula sayatan pedang, hunjaman tombak, dan
tusukan anak panah. Maka jadilah ia, kata Rasulullah, seorang syahid yang masih
berjalan di muka bumi.
Ada orang-orang besar
dengan gelar besar. Ada Khalid, pedang Allah yang senantiasa terhunus. Maka
tiga belas pedang patah di tangannya pada perang Mu’tah. Ia pedang Allah, yang
memang hafal sedikit ayat, tapi seluruh bagian tubuhnya yang penuh dengan luka
akan menjadi saksi di hadapan Allah meski ia mati di ranjang. Ada Hudzaifah,
pemegang rahasia-rahasia Rasulullah. Maka ialah intilejen paling gemilang dalam
sejarah, yg duduk di hadapan Abu Sufyan, pemimpin musuh. Ia, manusia yang lisannya
takkan bisa dipaksa berbicara, meski oleh ‘Umar sahabatnya. Ia pemegang
rahasia-rahasia.
Ada lagi yang agung
dalam gelar kematiannya. Hamzah penghulu syuhada’, Ja’far pemilik dua sayap
yang terbang kian kemari di surga. Abdullah ibn Rawahah yang ranjangnya terbang
menghadap Rabbnya. Sa’ad ibn Mu’adz yang kenaikan ruhnya membuat ‘Arsy Allah
berguncang, dan Hanzalah yang dimandikan malaikat.
Bahkan diantara sepuluh
orang yang dijamin ke surga, terdapat Sa’id ibn Zaid, sosok low profile yang
namanya nyaris tidak muncul dalam sirah selain dalam kisah keislaman ‘Umar dan
kisah sengketa tanahnya dengan seorang wanita tua.
No comments:
Post a Comment