Tuesday 23 July 2013

Warna Warni Sahabat Nabi


Bagaikan kain putih yang telah terkena beberapa noda, pribadi-pribadi mukmin kemudian dicuci dengan syahadat yang mereka ikrarkan. Allah kemudian memberi warna dengan celupan-Nya, celupan warna dengan citarasa Ilahi yang Maha Tinggi.  Tentang warna-warni itu? Ya. Islam tidak menghapus karakter-karakter khas bagi pribadi pemeluknya yang tidak bertentangan dengan aqidah. Islam justru membingkainya menjadi kemuliaan karakter yang menyejarah. Bahkan rasulullah menyebutnya, “Khiyaarukum fil jahiliyah, khiyaarukum fil Islaam.. Orang terpilih kalian di masa jahiliyah akan menjadi orang terpilih pula di masa keislamannya”.

Para sahabat adalah figur-figur menarik yang penuh warna, menggambarkan sosok mereka sebagai manusia biasa, namun ada kemuliaan yang senantiasa terukir dalam ke-biasa-annya.
Lihatlah dua sosok yang bayangnya saja begitu agung. Abu bakar dan ‘Umar, 2 sosok yang begitu kontras dalam singsingan fajar ummat Muhammad ini. Abu bakar begitu lemah fisiknya dan kurus sampai sarungnya selalu mengulur ke bawah, sedang ‘Umar pernah membuat empat makmum jatuh terjengkang karena bersinnya saat memeriksa shaf shalat....Masyaallah! Abu Bakar tekenal sebagai sosok yang lembut, sedangkan “umar terkenal sebagai sosok yang keras dan tegas.

Demikianlah. Sampai suatu hari, perbedaan karakter itu menemukan kutubnya yang lain. Saat Abu Bakar akan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, “Umar justru bersikap sangat lunak. Benar-benar sebuah kutub lain dari perbedaan karakter.
‘Utsman bin ‘Affan mewakili karakter pemalu, pemurah, dan penuh kelembutan yang menjadi mulia bersama keislamannya. Diriwayatkan bahwa kalau mandi beliau harus berada dalam rumah, dalam sebuah kamar, dalam sebuah bilik tertutup, dan masih harus terselubung kain tebal. Itupun beliau tidak bisa mengangkat kepala dan punggungnya karena malu.

‘Ali yang ceria. Ceria mengajarinya keberanian untuk tidur menggantikan Rasulullah di saat teror pembunuhan mengepung kediaman beliau yang kecil. Ceria mengajarinya berlari-lari menyusur padang pasir sejauh 400 km untuk hijrah seorang diri dalam kejaran musuh.
Abu dujanah memang congkak, tapi ia bingkai kecongkakannya dalam jihad menghadapi musuh-musuh Allah sehingga ia mulia dengan kecongkakannya. Ikat kepala merah, langkah yang angkuh, jalan yang penuh gaya, membuat Rasulullah berkomentar, “ Allah membenci yang seperti ini kecuali dalam peperangan di jalan-Nya!”. 

Ada Abu ‘Ubadah kepercayaan ummat ini. Seperti apa orangnya? Rapi jali. Pandai mengadministrasi, cerdas, dan adil. Sangat dipercaya sampai orang-orang romawi yang beragama nashrani merindukannya. Sangat dipercaya, sampai ‘Umar kehabisan akal untuk memintanya keluar dari kota berwabah. Sangat dipercaya, maka begitu sulit mencari penggantinya mengurus Baitul Maal. Ada Az Zubair hawari Rasulullah, sebuah potret kesetiaan. Dan Thalhah yang perwira, perisai hidup Rasulullah yang di tubuhnya ada tujuh pula sayatan pedang, hunjaman tombak, dan tusukan anak panah. Maka jadilah ia, kata Rasulullah, seorang syahid yang masih berjalan di muka bumi.

Ada orang-orang besar dengan gelar besar. Ada Khalid, pedang Allah yang senantiasa terhunus. Maka tiga belas pedang patah di tangannya pada perang Mu’tah. Ia pedang Allah, yang memang hafal sedikit ayat, tapi seluruh bagian tubuhnya yang penuh dengan luka akan menjadi saksi di hadapan Allah meski ia mati di ranjang. Ada Hudzaifah, pemegang rahasia-rahasia Rasulullah. Maka ialah intilejen paling gemilang dalam sejarah, yg duduk di hadapan Abu Sufyan, pemimpin musuh. Ia, manusia yang lisannya takkan bisa dipaksa berbicara, meski oleh ‘Umar sahabatnya. Ia pemegang rahasia-rahasia. 

Ada lagi yang agung dalam gelar kematiannya. Hamzah penghulu syuhada’, Ja’far pemilik dua sayap yang terbang kian kemari di surga. Abdullah ibn Rawahah yang ranjangnya terbang menghadap Rabbnya. Sa’ad ibn Mu’adz yang kenaikan ruhnya membuat ‘Arsy Allah berguncang, dan Hanzalah yang dimandikan malaikat.

Bahkan diantara sepuluh orang yang dijamin ke surga, terdapat Sa’id ibn Zaid, sosok low profile yang namanya nyaris tidak muncul dalam sirah selain dalam kisah keislaman ‘Umar dan kisah sengketa tanahnya dengan seorang wanita tua. 

Menjadi muslim adalah menjadi kain putih. Lalu Allah mencelupnya menjadi warna ketegasan, kesejukan, keceriaan, dan cinta, rahmat bagi semesta alam. Sosok yang menjadi warna-warni, lalu menjadi pelangi, pelangi yang memancarkan celupan Ilahi.

No comments:

Post a Comment